Tergantung Siapa
Saya pernah mencuri dengar teman saya berteleponan dengan temannya. Terdengar sangat akrab karena penuh canda tawa. Sampai satu titik teman saya menanyakan "udah isi belom nih, kasih temen doang buat anak gue". Dan obrolan tetap berlangsung dengan asyik.
Lalu, saya sendiri baru-baru ini bernostalgia dengan teman lama, meski hanya melalui chatting. Banyak hal kami obrolkan, namanya juga kangen-kangenan. Sampai di satu percakapan, teman saya nanya "eh, kamu ki wes duwe anak rung to, aku sampek lali, saking suwene gak sapaan".
Hemm... 2x mendengar plus mendapatkan pertanyaan yang belakangan ini menjadi momok bagi sebagian besar pengantin baru (juga lama). Ya kan? Saking "menjengahkannya" hingga banyak bertebaran tulisan-tulisan yang menyatakan ketidakinginannya menerima pertanyaan tersebut.
Lantas bagaimana dengan saya?
Sebelum menjawab, saya ada cerita satu lagi. Suatu hari, kontak facebook saya di chat oleh seorang teman lama. Sapaan pertamanya sangat ramah dan mengesankan bahwa dia adalah orang yang friendly. Beberapa kali bersahutan di inbox saya masih merasa nyaman. Dan lagi-lagi sampailah pada obrolan "perbayian dan seluk beluknya". Karena masih nyaman, yasudah diteruskan, hingga satu waktu kok orang ini lama-lama kebanyakan nasehat dan saran-saran yang saya sudah tahu. Bahkan ngasih sarannya pun beberapa kali disertai judgment semacam "kamu mesti gini ya, kamu orangnya gitu sih, dll.
****
Bagi saya, setelah saya telaah, mendapatkan pertanyaan semacam itu rasanya macem-macem. Tergantung siapa yang nanya. Kalau yang nanya teman akrab -sangat akrab- rasanya saya bisa jawab dengan enteng. Bahkan kadang diselingi candaan. Apalagi yang nanya juga sambil bercanda, meski saya tahu dibenaknya pasti ada sebersit rasa kepo, hahaha. Pun ketika si teman dekat menambahkan saran setelah mendapatkan jawaban. No problemo, asal tidak disertai dengan sangkaan negatif. Dan biasanya, kalau teman yang bener sih cuma kasih tanggapan berupa doa, gak akan kebanyakan saran apalagi judgment. Kalau kebetulan sama-sama senasib ujung2nya malah curcol. Hihi.
Beda halnya jika seperti cerita ke-3, yang mana si penanya sudah bukan teman dekat, eh rusuh pula. Semakin ditanggapi, semakin banyak ceramah yang ditambahkan. Apalagi beberapa kali saya mendapat sindiran. Dianggap ngejar karir melulu lah, kurang usaha lah, kebanyakan inilah itulah, bla bla bla. Rasanya gimana gitu, gerah. Pengen seketika itu menghilang dari hadapan si penanya. Yang awalnya saya anggap pertemuan yang menyenangkan malah berakhir menyesakkan. Sebel!
Saya sadar kok kadangkala pertanyaan semacam itu hanyalah basa basi belaka. Misal ada temen lama, gak akrab2 banget atau orang asing baru kenal, nanya "udah punya ini itu, belum?". Ya sudah jawab aja. Gak perlu dibawa ke hati, karena saya yakin mereka hanya ingin mencairkan obrolan. Kecuali jika setelahnya ada hal-hal yang kurang mengenakkan, baru deh bertindak. Karena memang ada orang-orang tertentu yang basa basi-nya dilanjut kepo plus disertai aneka tanggapan yang agak kurang terkontrol. Sehingga bukannya memberikan semangat dan informasi yang berguna malah menyesakkan dada orang yang ditanya.
Ya intinya:
Sepanjang pertanyaan dan tanggapan yang diberikan tidak disertai judgment atau hal yang mengganggu, I will be very welcome. Masa iya kalau ditanya oleh petugas pengisian formulir di kecamatan tetap bete, kan gak to? *misalnyaa*
****
Tapi... ada ada satu case yang menurut saya unik. Dan saya pernah mengalaminya. Yaitu perasaan yang... ehm, aneh dan merasa gak dianggap karena gak ditanya. Sementara teman sebelah yang nasibnya sama ditanya-tanyai dan diberi saran yang menyejukkan. Saya plin plan? Oww, jangan gitu dong. Kan saya udah bilang tergantung siapa yang nanya dan bagaimana caranya bertanya serta memberikan tanggapan. Yang bikin saya jadi agak gimanaaa gitu karena si penanya menunjukkan sikap perhatian. Huuhuu.. jadi iri. Tapi kalau lihat sisi positifnya, mungkin saja si penanya tsb ingin menjaga perasaan saya, atau merasa bukan orang dekat yang diperkenankan untuk bertanya. Well, oke.
****
Sekarang ini, kalau dipikir-pikir lagi, memang urusan tanya bertanya jadi sedikit agak ruwet. Makin banyak orang sensitif atau bahasa gaulnya baperan. Kalau ditanya-tanya mulu sebal, gak ditanya kok sepi. Hahaa.... Bahkan ada meme yang intinya bilang "malas nanya-nanya ah, nanti dikira kepo" atau "sejak kata kepo muncul, jadi semacam ada larangan untuk bertanya". Ibaratnya daripada "dikriminalisasi, lebih baik gak bertindak". Benar juga sih. Di satu sisi orang jadi malas nanya karena takut dianggap pengen tahu urusan orang lain. Disisi lain ada orang-orang yang merasa gak dianggap karena gak pernah ditanya-tanya. Ya kalau hanya mengandalkan negatif thinking memang jadinya gak bisa nge-bedain mana pertanyaan yang mengandung perhatian dan mana yang cuma sekedar basa basi atau kepo. Baru ditanya dikit langsung kesel. Atau mau tanya sesuatu kuatir dianggap kepo dll. Susah bener.
Hemm... 2x mendengar plus mendapatkan pertanyaan yang belakangan ini menjadi momok bagi sebagian besar pengantin baru (juga lama). Ya kan? Saking "menjengahkannya" hingga banyak bertebaran tulisan-tulisan yang menyatakan ketidakinginannya menerima pertanyaan tersebut.
Lantas bagaimana dengan saya?
Sebelum menjawab, saya ada cerita satu lagi. Suatu hari, kontak facebook saya di chat oleh seorang teman lama. Sapaan pertamanya sangat ramah dan mengesankan bahwa dia adalah orang yang friendly. Beberapa kali bersahutan di inbox saya masih merasa nyaman. Dan lagi-lagi sampailah pada obrolan "perbayian dan seluk beluknya". Karena masih nyaman, yasudah diteruskan, hingga satu waktu kok orang ini lama-lama kebanyakan nasehat dan saran-saran yang saya sudah tahu. Bahkan ngasih sarannya pun beberapa kali disertai judgment semacam "kamu mesti gini ya, kamu orangnya gitu sih, dll.
****
Bagi saya, setelah saya telaah, mendapatkan pertanyaan semacam itu rasanya macem-macem. Tergantung siapa yang nanya. Kalau yang nanya teman akrab -sangat akrab- rasanya saya bisa jawab dengan enteng. Bahkan kadang diselingi candaan. Apalagi yang nanya juga sambil bercanda, meski saya tahu dibenaknya pasti ada sebersit rasa kepo, hahaha. Pun ketika si teman dekat menambahkan saran setelah mendapatkan jawaban. No problemo, asal tidak disertai dengan sangkaan negatif. Dan biasanya, kalau teman yang bener sih cuma kasih tanggapan berupa doa, gak akan kebanyakan saran apalagi judgment. Kalau kebetulan sama-sama senasib ujung2nya malah curcol. Hihi.
Beda halnya jika seperti cerita ke-3, yang mana si penanya sudah bukan teman dekat, eh rusuh pula. Semakin ditanggapi, semakin banyak ceramah yang ditambahkan. Apalagi beberapa kali saya mendapat sindiran. Dianggap ngejar karir melulu lah, kurang usaha lah, kebanyakan inilah itulah, bla bla bla. Rasanya gimana gitu, gerah. Pengen seketika itu menghilang dari hadapan si penanya. Yang awalnya saya anggap pertemuan yang menyenangkan malah berakhir menyesakkan. Sebel!
Saya sadar kok kadangkala pertanyaan semacam itu hanyalah basa basi belaka. Misal ada temen lama, gak akrab2 banget atau orang asing baru kenal, nanya "udah punya ini itu, belum?". Ya sudah jawab aja. Gak perlu dibawa ke hati, karena saya yakin mereka hanya ingin mencairkan obrolan. Kecuali jika setelahnya ada hal-hal yang kurang mengenakkan, baru deh bertindak. Karena memang ada orang-orang tertentu yang basa basi-nya dilanjut kepo plus disertai aneka tanggapan yang agak kurang terkontrol. Sehingga bukannya memberikan semangat dan informasi yang berguna malah menyesakkan dada orang yang ditanya.
Ya intinya:
Sepanjang pertanyaan dan tanggapan yang diberikan tidak disertai judgment atau hal yang mengganggu, I will be very welcome. Masa iya kalau ditanya oleh petugas pengisian formulir di kecamatan tetap bete, kan gak to? *misalnyaa*
****
Tapi... ada ada satu case yang menurut saya unik. Dan saya pernah mengalaminya. Yaitu perasaan yang... ehm, aneh dan merasa gak dianggap karena gak ditanya. Sementara teman sebelah yang nasibnya sama ditanya-tanyai dan diberi saran yang menyejukkan. Saya plin plan? Oww, jangan gitu dong. Kan saya udah bilang tergantung siapa yang nanya dan bagaimana caranya bertanya serta memberikan tanggapan. Yang bikin saya jadi agak gimanaaa gitu karena si penanya menunjukkan sikap perhatian. Huuhuu.. jadi iri. Tapi kalau lihat sisi positifnya, mungkin saja si penanya tsb ingin menjaga perasaan saya, atau merasa bukan orang dekat yang diperkenankan untuk bertanya. Well, oke.
****
Sekarang ini, kalau dipikir-pikir lagi, memang urusan tanya bertanya jadi sedikit agak ruwet. Makin banyak orang sensitif atau bahasa gaulnya baperan. Kalau ditanya-tanya mulu sebal, gak ditanya kok sepi. Hahaa.... Bahkan ada meme yang intinya bilang "malas nanya-nanya ah, nanti dikira kepo" atau "sejak kata kepo muncul, jadi semacam ada larangan untuk bertanya". Ibaratnya daripada "dikriminalisasi, lebih baik gak bertindak". Benar juga sih. Di satu sisi orang jadi malas nanya karena takut dianggap pengen tahu urusan orang lain. Disisi lain ada orang-orang yang merasa gak dianggap karena gak pernah ditanya-tanya. Ya kalau hanya mengandalkan negatif thinking memang jadinya gak bisa nge-bedain mana pertanyaan yang mengandung perhatian dan mana yang cuma sekedar basa basi atau kepo. Baru ditanya dikit langsung kesel. Atau mau tanya sesuatu kuatir dianggap kepo dll. Susah bener.
Karena yang bisa dikontrol adalah diri kita sendiri, ya sudah terima saja dulu pertanyaan orang, jawab yang bisa dijawab, kalau gak berkenan bilang saja gak berkenan. Woles adalah koentji. Begitu pula saat kita ingin bertanya kepada orang lain. Pikir-pikir dulu sebelum pertanyaan meluncur dari bibir. Semoga tidak sampai melukai orang lain. Yang pasti, bertanya dan menanggapi sesuai pada porsinya, serta hindari judgement terhadap hal-hal yang kita gak tahu pasti.
~tia
13 Comments
Hahhahah wes kenyang akan itu hahhahah
ReplyDeleteSing kepo n sok bilang : bikin dong buat temenin anak gue trus crito anake terus lalala tanpa diminta ya ada (dalam hati mung bilang, sapa yang tanya hahhahahaha)
tapi kayake sing temenku biasa2 bae sih, soale sing takon sahabate.
Deleteemang nek crita2ne udah overacting pancen menyebalkan. woles adalah kunci pokokmen.
Aku udah seloowww banget kalo ditanya begituan, kecuali kalo dia yang nanya memang ngeyel. Tapi kalo udah gitu sih mendingan ngga usah terlalu banyak dikasih respon. Kalem aja. Sekarang gaulnya juga sama orang-orang yang memberikan energi positif aja, ndak malah nambah stres.
ReplyDeleteaku pun sedang belajar woles mba, kalau cuma nanya its okey. nek kasih judgment mendingan ngobrol sama tangan. hehehe....
Deletemakanya aku jarang nanya2 kalau menemukan teman atau orang ayng terlihat belum punya anak atau menikah karena menurutku sensitif ya, ajdi aku selalu menghindar
ReplyDeleteiya betul mba, apalagi klo kita tahu orang itu emang udah lama blm punya anak. daripada menyinggung mending diem dan membahas yang lain
Deletedulu sering ditanyain skr gak berani lagi orang nanyain hahaha
ReplyDeleteiya mba,makanya klo gak dkt2 bgt aku g pernah nanya2,kecuali klo dia yg cerita sendiri hehe.
ReplyDeletebtw, ak follow ya blognya 😊 salam kenal
Deletebetul... klo cerita sendiri ya kita dengerin aja yap...
Deletekapan nikah? hwhahaha aku masih dalam taraf itu
ReplyDeletehayoloh, siap2 nay :D
Deleteyang kayak gitu mah biarin aja mba. jangan ditanggepin,ntar malah ruwet urusannya. hehe
ReplyDeleteThankyou very much for dropping by. Tapi maaf saya moderasi ya, untuk menghindari spam dan komen dg link hidup. Bila waktunya luang pasti akan saya balas dan kunjungi balik blog kalian :)