Babypao, Jaundice, dan Sufor
Postingan ini saya buat sebagai lanjutan dari postingan sebelumnya di akun IG dengan tagar #lulusanasibabypao. Di sini saya ingin cerita tentang kejadian jaundice (ikterus/ kuning) pada Ahza yang membuatnya mencicip sufor.
Disclaimer: saya bukannya anti sufor, lawong saya mantan anak sufor disebabkan karena gak bisa nyusu (indikasi bingung puting) dan ibu gak tahu kalau asi bisa diperah. Yaa jaman dulu kan kampanye asi belum semasif sekarang.. Lanjutannya next post lagi aja yaa :* Saya hanya ingin tidak mengulangi kejadian yang sama dengan jaman saya bayi. Saya berada di jaman melek asi, dan saya masih ada idealisme meski gak yang militan2 amat... 😅
Okai lanjutkan ya, balik ke tema.
Sebenernya ini seperti menceritakan "kebodohan" diri sendiri. Tapi kalau gak diceritakan kok ngeganjel di hati. Jadi ya sudah anggap aja sebagai guilty release. Selain itu saya ingin kejadian seperti ini gak terulang di orang lain. Setidaknya bisa jadi pelajaran lah...
Ceritanya, tiga hari setelah lahir Ahza didiagnosa kuning. Penyebabnya diduga oleh perbedaan golongan darah, saya O Ahza B. Bahasa medisnya jaundice ABO. Sebenernya selama hamil saya sudah baca-baca kemungkinan kejadian ini. Tapi kalau dipikir2 lagi sekarang, kayaknya kuningnya disebabkan oleh trauma vakum waktu proses lahir.
Kuning tsb membuat nilai bilirubin Ahza lebih tinggi daripada nilai standard. Waktu itu mencapai 14 dari standard RS 12. Sehingga Ahza direkomendasikan untuk terapi sinar agar bilirubinnya turun, juga dengan alasan agar tidak terjadi hal lanjutan yang tidak diinginkan. Hemm.. yang namanya di RS, kemudian terjadi hal diluar perkiraan, membuat saya dan suami panik. Serasa tidak punya kesempatan mencari referensi lain untuk tindakan tersebut. Maka jadilah Ahza diterapi sinar minimal 1x24 jam.
Kuning tsb membuat nilai bilirubin Ahza lebih tinggi daripada nilai standard. Waktu itu mencapai 14 dari standard RS 12. Sehingga Ahza direkomendasikan untuk terapi sinar agar bilirubinnya turun, juga dengan alasan agar tidak terjadi hal lanjutan yang tidak diinginkan. Hemm.. yang namanya di RS, kemudian terjadi hal diluar perkiraan, membuat saya dan suami panik. Serasa tidak punya kesempatan mencari referensi lain untuk tindakan tersebut. Maka jadilah Ahza diterapi sinar minimal 1x24 jam.
Hasil cek bilitool Ahza, dan seharusnya doi tidak perlu terapi sinar 😑 - seandainya dulu nemu tools ini.....
|
Selama terapi sinar, Ahza tidur di ruang Perina. Ini membuat saya tidak leluasa menyusui, meskipun setiap Ahza nangis saya dipanggil untuk menyusui langsung. Kegiatan menyusui langsung selama Ahza disinar kurang lebih sehari semalam. Besoknya saya lebih disarankan untuk asi perah dan atau sufor, dengan alasan agar terapi lebih efektif karena Ahza tidak perlu diangkat sering-sering dan lama untuk menyusu langsung. Fiuuh... rasanya gimana yaa, antara kecewa gak bisa nyusuin langsung tapi juga takut anaknya dehidrasi. Pengennya Ahza segera bisa pulang ke rumah.
Ya sudah, akhirnya saya setuju untuk asi perah. Saya mulai pumping. Dan wow! satu jam pumping saya hanya mendapatkan tetesan embun asi. Padahal rasa-rasanya asi saya sudah lumayan, sudah keluar dengan lancar terutama saat disusukan langsung. Sedih dan sutresnyaa...
Dengan modal semangat dari suami yang pantang menyerah, saya usahakan pumping tiap 2 jam. Saya kumpulkan sedikit demi sedikit meski termaksimal waktu itu hanya di angka 60 ml per sesi pumping. Sayangnya setiap saya kirim ke Perina, selalu dibilang kurang. Double sedih dong ya.... Hingga akhirnya, dengan sangat terpaksa saya tanda tangan untuk suplementasi susu formula. Huhuuu.... *merasa gagal*
Suplementasi susu formula yang saya ijinkan hanya jika bayi nangis dan saya belum selesai pumping. Sehingga sampai pulang (di perina 2 hari-an) Ahza 'cuma' minum sufor kurang lebih 80cc. Untungnya nakes meminumkannya dengan media sendok, sehingga Ahza tidak mengalami bingung puting.
----------------------
Setelah sekian bulan dari kejadian tsb, saya menemukan tulisan tentang kuning, bilirubin, dan penangannya. Terutama tentang perlu tidaknya terapi sinar dan tentu saja perlu tidaknya suplementasi sufor hanya karena takut asi kurang. Ya Allah... seandainya waktu itu saya nemu referensi yang lebih valid mungkin saya bisa mikir dua kali tentang ini. Tapi kan yang namanya sudah kejadian ya tinggal ambil hikmahnya saja to? Berarti rejeki Ahza nyicipin sufor T_T .....
Referensi yang saya maksud adalah tulisan dr Arifianto Apin,SpA. Dokter `seleb` yang praktek di Jakarta Timur, yang terkenal akan RUM-nya. Tulisannya berisi informasi yang bisa membantu kita (pasien) untuk mengambil keputusan apakah perlu terapi sinar atau tidak dengan kadar bilirubin sekian-sekian. Salah satunya menggunakan aplikasi www.bilitool.org. Aplikasi berbasis web tersebut memakai referensi dari The American Academy of Pediatrics (AAP) - silakan di googling ya. Cara kerjanya dengan memasukkan umur bayi dalam hitungan jam dan nilai bilirubin hasil cek darah. Setelah itu klik 'submit' dan munculah rekomendasi perlu tidaknya terapi sinar berdasarkan angka rujukan bilirubin standar. Hanya saja aplikasi tersebut terbatas pada bayi usia 12 s.d 146 jam saja. Jika usia bayi lebih dari batasan tersebut, beberapa referensi yang bisa dibaca-baca sebagai pertimbangan mengambil keputusan diantaranya ada di link berikut:
Setelah sekian bulan dari kejadian tsb, saya menemukan tulisan tentang kuning, bilirubin, dan penangannya. Terutama tentang perlu tidaknya terapi sinar dan tentu saja perlu tidaknya suplementasi sufor hanya karena takut asi kurang. Ya Allah... seandainya waktu itu saya nemu referensi yang lebih valid mungkin saya bisa mikir dua kali tentang ini. Tapi kan yang namanya sudah kejadian ya tinggal ambil hikmahnya saja to? Berarti rejeki Ahza nyicipin sufor T_T .....
Referensi yang saya maksud adalah tulisan dr Arifianto Apin,SpA. Dokter `seleb` yang praktek di Jakarta Timur, yang terkenal akan RUM-nya. Tulisannya berisi informasi yang bisa membantu kita (pasien) untuk mengambil keputusan apakah perlu terapi sinar atau tidak dengan kadar bilirubin sekian-sekian. Salah satunya menggunakan aplikasi www.bilitool.org. Aplikasi berbasis web tersebut memakai referensi dari The American Academy of Pediatrics (AAP) - silakan di googling ya. Cara kerjanya dengan memasukkan umur bayi dalam hitungan jam dan nilai bilirubin hasil cek darah. Setelah itu klik 'submit' dan munculah rekomendasi perlu tidaknya terapi sinar berdasarkan angka rujukan bilirubin standar. Hanya saja aplikasi tersebut terbatas pada bayi usia 12 s.d 146 jam saja. Jika usia bayi lebih dari batasan tersebut, beberapa referensi yang bisa dibaca-baca sebagai pertimbangan mengambil keputusan diantaranya ada di link berikut:
>> http://www.ichrc.org/3121-ikterus
>> http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/indikasi-terapi-sinar-pada-bayi-menyusui-yang-kuning
>> http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/indikasi-terapi-sinar-pada-bayi-menyusui-yang-kuning
Selanjutnya, apakah saat terapi sinar butuh cairan dalam hal ini asi lebih banyak? Jawaban yang saya dapatkan: iya. Karena panasnya sinar bisa membuat bayi cepat haus dan resiko dehidrasi. Kalau gitu perlu sufor dong, kan ibu baru melahirkan biasanya asi perahnya masih dikit. Sekarang saya bisa bilang NO, atau setidaknya BELUM TENTU! Karena ternyata terapi sinar juga gak dilakukan terus menerus. Ada jam-jam bayi diistirahatkan. Nah disitu ibu bisa menyusui langsung. Kalaupun toh saat belum istirahat bayi sudah nangis ya harusnya tetap bisa disusui langsung, atau pakai asi perah. Seberapapun hasilnya, harusnya cukup untuk bayi. Kan lambung bayi umur segitu masih seupil -- masih kecil banget. Justru dengan disusui itulah harusnya kuningnya cepat pudar. Pernyataan ini saya dapat dari admin Gesobat/ Milissehat beberapa hari yang lalu -- yang mana sudah sangat telat saya dapat infonya.
-----------------------
Memang saya menyesal. Apalagi setelah terapi sinar selesai, Ahza mesti cek darah selama 3 hari berturut-turut untuk memastikan kadar bilirubinnya benar-benar kembali ke ukuran normal. Yang artinya bayi masih merah harus ditusuk-tusuk jarum diambil darahnya. Huhu... Sedih.. Dan kenyataannya, hasil cek darah terakhir, bilirubin Ahza balik lagi ke angka 13-14 setelah sempat normal. Dan ketika laporan, dokter bilang tidak perlu disinar lagi. Bahkan dibilang bisa naik lagi, puncaknya di usia 1-2 minggu. Tapi nanti juga turun dengan sendirinya, asal gempur asi terus.
Meh....kaan?!
Tapi yasudah, let it flow with the wind. Pelajarannya: harus banyak lagi baca referensi, terutama yang kredibel seperti buku-buku textbook atau website IDAI, ICHRC.org, milissehat dan lain-lain. Juga perlu banget tuh ikut grup Gesobat -- meski beberapa adminnya 'galak' dan kadang bikin baper hahaaa..... Juga tentu saja harus berusaha berpikir jernih saat akan memutuskan sesuatu, gak panikan meski sulit, fiuuh....
Kira-kira begitulah cerita ini. Semoga kita dan anak-anak selalu dalam kondisi sehat, tumbuh dan berkembang dengan baik yaa......
PS: Jika dalam tulisan saya ini ada yang salah-salah mohon koreksinya yaa... thankyou 😚
\\
10 Comments
Aku blm pernah punya pengalaman bayi kuning si mba. Dulu anak pertama, sufor juga.. Aku SC..nggak bisa langsung nyusui. Ujug2 sama pihak RS langsung dikasih sufor.. tpi ya itu..karena dulu kampanye Pro Asi blm semassif sekarang..
ReplyDeleteGpp mb..yang penting sekarang ahzanya sehat. Pengalaman nggak mengenakkannya buat pelajaran next anak kedua😀
Iya mba, pada akhirnya memang apapaun itu harus disyukuri yaa apalagi anak2 terus sehat dan berkembang dg baik. Setidaknya anak berikutnya sudah punya ilmu tambahan. hehe
Deletememang kalau bayi sudah kenapa-kenapa kayak gitu kadang suka lupa sama teori ya kitanya. tapi kalau menurut saya kita melakukannya karena ingin bayi kita sehat lagi jadi bukan sepenuhnya salah kita juga
ReplyDeleteyuup.. bener banget mba, suka lupa teori dan jadi hilang keyakinan kalau pas panik melanda. hehe tapi jadi pelajaran berharga banget rasanya..
DeleteInfonya berguna bgt & semoga byk ibu yg baca ttg ini. Kmrn stlh lahiran si dedek jg kuning & hrs diterapi sinar, cuma boleh rooming in jd diterapi di kamar bareng saya sambil disusui... alhamdulillah RS nya pro rooming in, dsa jg ngaruh sama urusan bilurubin ini, alhamdulillah jg dpt dsa yg santai & bikin tenang ktk debay bilurubinnya tinggi...
ReplyDeleteSehat2 ya ahza :)
waaah senang sekali dapat dsa dan rs yang pro asi full ibu dan bayi friendly mba ;)
Deletemakasii yaa.. semoga bayi mba sandra juga sehat2 selalu :*
Iya kalau kuning emang butuh banyak asupan cairan/ ASI. Itulah sebabnya semua ibu baik yang kerja atau enggak sebainya begitu lahiran langsung perah ASIP. Dulu anak saya sempat masuk NICU tapi bukan krn kuning, temen2nya ya baby2 yg kena kuning semua. Untungnya RS-nya langsung kasi pinjaman pompa ASI dan semangatin mama2nya buat pumping. Meski begitu, kalau memang "terpaksa" sufor menurut saya enggak masalah sih, yang penting anak sehat, toh sufor bukan racun, anak harus diutamakan :)
ReplyDeleteYup yup.. setuju banget mba..
DeleteTtg sufor setju banget bukan racun, lawong saya mantan anak sufor full. cuma karena masih ada idealisme dan gak pengen mengulangi hal yang sama jadi agak ada penyesalan hehe.. cm skrg sudah legowo kok :)
makasih mba sharingnya, sekarang aku lagi banyak-banyak baca referensi nih untuk persiapan nanti kalo punya anak hehe
ReplyDeletesama2 mba yesi.. smg lancar jaya yaa...
DeleteThankyou very much for dropping by. Tapi maaf saya moderasi ya, untuk menghindari spam dan komen dg link hidup. Bila waktunya luang pasti akan saya balas dan kunjungi balik blog kalian :)