Ealah, Kena Covid Juga Kan

by - Monday, January 18, 2021

Jika awal tahun 2020 dimulai dengan banjir air hujan, tahun 2021 kok yaa diawali dengan banjir air mata gara-gara Covid19. Sebuah awalan yang "nganu" tapi yaa begitulah takdir harus dijalani. Harus ikhlas kalau kata Papanja, meski sama-sama tahu susah banget yaa bok awal-awalnya. 


Bagaimana bisa kena? katanya sudah tertib prokes selama hampir setahun belakangan? Sebuah pertanyaan yang rasanya aku hanya bisa menjawab via japri 😅. 

Gampangnya covid menyerang kami di kluster keluarga pas nginep Cipinang tahun baru kemarin karena janji sama Ahza nginep rumah akung utinya. Itung-itung refreshing tahun baru-an meski di rumah aja.

Tapi ternyata, akung lagi gak enak badan sejak beberapa hari sebelumnya meski masih bisa aktivitas dan bisa main sama Ahza. Gak enak badannya itu batuk dan sempet meriang. Tanggal 31 Desember, tiba-tiba uti meriang dan lemas. Akung juga belum sehat, malah tambah meriang. Disusul tantenya meriang sepulang kerja. Aku, Papanja sm Ahza masih sehat-sehat aja.

Rencana nginepnya memang gak pengen lama-lama. Pas tanggal 1 Januari Papanja ngajak pulang. Selain karena kondisi di Cipinang udah agak bisa ditinggal, juga karena pas banget hari Jumat, Papanja maunya jumatan di Bekasi yang prokesnya lebih bagus dibanding Cipinang. 

Sampai di rumah kita berdua masih sehat. Lha besok paginya, Sabtu 2 Januari, aku kok tiba-tiba batuk. Langsung saat itu juga aku dan Papanja pakai masker double biar gak nular ke Ahza. Siang hari, Papanja menggigil dan demam sampai 39 dc, perutnya ampeg kayak banyak gas. Aku sendiri hanya batuk dan sakit tenggorokan. Papanja mikir mungkin gerd-nya kumat, makanya minta dibeliin Milanta. 

Ternyata kondisi gak enak ini masih berlangsung sampai besok paginya. Minggu 3 Januari, gejalaku nambah pusing banget seharian, bener-bener pening, sampai beberapa kali minum Oskadon. Kita telpon Cipinang kondisinya masih pada meriang, terutama akung.

Wah ada yang gak beres nih, walaupun sebenernya aku sempet kepikiran buat tes swab sejak masih di Cipinang karena sakit yang berbarengan. Cuma pada belum mau, dan toh masih bisa cium2 bau. Kan kalau covid tahunya ada anosmia ya, alias penciuman menghilang. Cek saturasi juga masih pada baik-baik aja. 

Entah gimana, akhirnya Papanja berinisiatif balik ke Cipinang untuk ngajak Akung ke dokter sekaligus cek swab. Singkat cerita, tanggal 4 Januari swab keluar: Papanja dan akung positif covid. Selanjutnya hasil tracing menyatakan uti dan tantenya Ahza positif. 

Aku sendiri gak kaget ketika tanggal 7 Januari hasil swab keluar hasilnya positif. Untungnya Ahza negatif, pun dengan mbaknya. Karena sejak tanggal 2 Januari aku memisahkan diri dari Ahza dan menyerahkan pengasuhan ke mbaknya 24 jam. Tega gak tega, karena lebih gak tega kalau sampai Ahza sakit.

Walaupun gak kaget dengan hasilnya tetap saja berasa kayak ketiban langit yang runtuh bok, sediiiiihhhh banget. Sedih, dongkol, sebel, ngenes jadi satu. Rasanya hatiku remuk seremuk-remuknya. Paling sedih dan sebel ya pas lihat Papanja sakit tapi masih ngurusin kesana kemari, sampai drop sendiri dan harus diangkut ke RS karena sesak napas. Saturasinya di bawah normal setiap kali mau tidur yang bikin parno sendiri. Perpisahan mau ke RS adalah hal terdrama yang pernah ada. Pikiranku kemana-kemana saking ruwetnya, makanya aku berasa kayak ketularan sesak napas dan hampir isolasi di RS. Aku sampai nitip Ahza ke tetangga, adek, sama ke istri atasan Papanja, karena cuma mereka yang bisa dititipi saat itu.

Wes pokoknya ruwet banget.... 

-----

Gejala yang dialami tuh jelasnya seperti apa sih? Bisa dibilang semua yang tertulis di teori gajala covid kita alami semua. Lengkap, bahkan aku merasakan satu gejala baru yang lagi hits... apa itu? 

Batuk dan sakit tenggorokan --> ada, awal-awal cenderung batuk kering, lalu beberapa hari kemudian jadi batuk berdahak meski sedikit.

Demam --> demamku cenderung ringan, kurang lebih 38 dc, sedangkan papanja sampai 39 dc. Obatnya parasetamol dalam bentuk Oskadon.

Pusing atau sakit kepala --> iya banget, rasanya pengen jedotin pala ke tembok. Dan anehnya berlangsung beberapa hari. Beda banget sama sakit kepala biasa apalagi sakit kepala karena belum gajian yaa...

Pencernaan terganggu --> kalau papanja berasa penuh gas perutnya, sampai dia sesak napas. Sedangkan aku lebih ke sembelit, walaupun kalau pas sehat juga aku bukan yang tiap hari BAB sih.

Lemas --> jangan ditanya, badanku maupun papanja rasanya macem gombalan amoh alias cucian yang masih basah. Lemeeeessss banget - banget! rasanya pengen tiduran aja di hari-hari awal. 

Gangguan penciuman --> nah ini... dari awal aku dan papanja aman dari gangguan penciuman. makanya sempet kan pas hari pertama gejala pusing dan demam itu rada positif thinking bukan covid. Tahunya setelah positif gejala ini pun gak langsung muncul, hingga hari ke 8 aku merasakan hidungku seperti membau obat nyamuk bakar. Sampai kutanyai  tetangga barangkali lupa matiin kompor, tahunya emang hidungku yang eror. Aku tanya dokter ternyata itulah gejala terbaru yang hits, namanya Parosmia, atau seperti mencium baru terbakar gitu. Kalau papanja tetap aman penciumannya sampai hari ini. 

Sesak napas --> nah ini yang akhirnya mengantarkan Papanja ke RS. Indikasinya dilihat dari saturasi oksigen dalam tubuh. Waktu itu saturasi papanja gak stabil di angka 90-97. Pas melek saturasinya normal, begitu merem langsung drop sampai kebangun-bangun terus. Daripada kuatir dan paranoid akhirnya Papanja memutuskan rujuk isolasi di RS. Aku sendiri cuma sehari ngalami sesak napas, yang barengan sama Papanja. Setelah mendapatkan pertolongan oksigen dari tetangga kondisiku membaik, dan gak perlu ke RS. Selain karena waktu itu gak ada ambulance yang bisa jemput, aku juga kepikiran Ahza terus -- Ahza berasa kayak sendirian gitu, kalau aku sama Papanja ada apa-apa kan gimana.

Napsu makan lenyap --> dibandingkan jaman hamil trimester pertama, napsu makan gara-gara covid ini lebih parah hancurnya. Heran akutu, yang dulu pas hamil awal-awal aku bisa paksa makan apa aja kok ya gara-gara covid, makan adalah hal yang paling menyiksa. Penyebabnya karena mulut terasa aneh. Aku gak bisa menerima rasa asin, jadi ngebayangin Indomie kuah pedes itu gak ada napsu-napsunya, malah hoek. Yang rada bisa diterima lidah adalah rasa tawar dan manis meski pelan-pelan dan effort banget makannya. Sepuluh hari pertama makan gak pernah lebih dari setengah centong nasi dan itu udah alhamdulillah banget ada yang masuk perut.

-----

Selama isolasi mandiri obat yang ku minum diantaranya: obat antivirus, vitamin C, D 1000, B Complex, oskadon untuk pusing dan demam, obat Cina Lianhua untuk mengatasi batuk, madu, ramuan herbal anticov yang aku gak tahu kandungannya jadi jarang-jarang diminum. Obat antivirusnya aku gak sebutin ya, karena sesuai instruksi dokter masing-masing. Selain obat minum aku juga berbekal minyak kayu putih untuk oles-oles hidung, vics inhaler biar hidung gak mampet, dan permen vics untuk mengatasi mulut pahit. 


Selain obat, yang wajib ada: 

Termometer - untuk ukur suhu tubuh setiap pagi dan sore atau setiap merasa demam. Awalnya aku pakai termo yang di ketek, selanjutnya aku beli termogun biar lebih gampang dipakai. 

Oximeter - untuk ukur saturasi dan denyut nadi. Yang utama sih ukur saturasi oksigen. Normalnya di angka 95-100. Kalau kurang dari itu ada kemungkinan sesak napas dan harus segera kontak nakes atau cuss ke IGD. 

Oksigen - sebenernya untuk yang punya riwayat sesak napas. Aku sendiri dipinjemi oksigen tabung 300 ml dan dikirimi oxican. Lumayan membantu pas kemarin Papanja dan aku sesak napas.

------

Sampai dengan postingan ini dibuat, sudah terhitung 16 hari dan posisi Papanja masih positif, sementara aku masih nunggu jadwal swab kedua. Papanja lebih rutin di swab karena di RS, sedangkan aku ikut instruksi kantor. Anggep aja masih ada waktu untuk memperbaiki pola hidup barangkali pas di swab langsung negatif... 

Kondisi mental bagaimana, Bun? Sudah lebih chill, biar cepet recovery. Kalau gondok terus nanti gak sembuh-sembuh, gak cepet gendong-gendong Ahza kan lebih repot. Yang pasti pengenku setelah sehat mau membayar waktunya Ahza yang "hilang" karena isolasi dengan tanpa interupsi dari siapa pun. Pokoknya hanya aku, Papanja dan Ahza. Walaupun cuma di rumah aja, yang penting bertiga-tigaan: kruntelan, rusuh-rusuhan, dan seru-seruan. 

Serta sudah pasti prokes selanjutnya bakal lebih ketat. Gak mau banyak bepergian termasuk ke rumah sodara kalau gak kepepeeet buanget, karena kita gak pernah tahu pasti prokes yang dijalankan sama atau enggak. Papanja pasti bakal kembali menjadi "polisi" rumah tangga yang galaknya ngalah-ngalahin polisi beneran, hahahahaa....

Gitu deh kira-kira... semoga pada sehat-sehat terus yaa, dan jangan lupa tetap tertib prokes karena virusnya emang dimana-mana dan gak pandang bulu mau nemplok ke siapa aja bisa even yang udah taat prokes.


\\ Salam Mamanja



You May Also Like

0 Comments

Thankyou very much for dropping by. Tapi maaf saya moderasi ya, untuk menghindari spam dan komen dg link hidup. Bila waktunya luang pasti akan saya balas dan kunjungi balik blog kalian :)