Ngomongin Amalan Ramadan

by - Wednesday, May 06, 2020


Salah satu nasihat yang apal dan nempel bener di benak saya terkait bulan Ramadan adalah: Gak usah nyinyir sama kegiatan ibadah orang lain. Tentunya yang sesuai syariat yaa, bukan ibadah yang mengada2 dan tidak ada dalam tuntunan. Misal: yang yakin dengan teraweh 23 rakaat hayuk, yang lebih cocok sama 8 rakaat ya gapapa. Mau ngaji tadarusan sehari satu juz dan hanya baca aja ya gapapa, yang cuma sedikit ayat ya gapapa banget. Yang ditambah dengan baca terjemahan ya tambah bagus. Yang mau sedekah ngicrit2 gak masalah, yang langsung banyak ya oke banget asal gak buat pameran dan sombong. Nah yang masalah tuh ya orang2 yang nggak ngapa-ngapain tapi sibuk ngomenin orang. Atau yang melakukan ibadah tapi sembari membanding-bandingkan dengan apa yang dilakukan orang lain. Merasa diri lebih baik tuh emang kadang jadi penyakit kambuhan. Kalau membandingkannya membuat kita ingin meningkatkan ibadah sih oke yaa, namanya fastabiqul khoirot - berlomba-lomba dalam kebaikan. Tapi jangan ambis, bisa stress malahan :P

Hemm... tiba-tiba update blog hanya untuk muni-muni begini emang sesuatu yaa. HHAHAHA. Baiklah mari ketawa dulu biar lemes ototnya. Jadi saya tuh ke-trigger sama komenan orang-(stranger) yang membahas ibadah 'fisik'. Menurut dia sekarang ini semakin banyak orang yang dalam beribadah hanya mengejar kuantitas atau 'fisik' saja, tanpa memaknai artinya. Contoh yang gampang: tentang tadarus. Di bulan puasa, amalan ini menjadi salah satu yang sangat direkomendasikan. Ada yang melakukannya dengan maraton juz per juz, ada juga yang hitungan per ayat. Ada yang sendiri-sendiri, ada juga yang berkelompok lalu dibagi-bagi tiap ayatnya. Rasanya semua cara baik-baik saja.  Dan orang awam tidak perlu mendebatkannya, meskipun punya makna khusus. Karena mau itu hanya beberapa ayat menurut saya sama baiknya dengan yang bisa khatam 30 juz dalam sebulan. Apalagi yang bisa khatam 30 juz sekalian pemaknaanya. Terus tercermin dalam sikapnya sehari-hari. Salut!

Alasannya tentu bermacam-macam, tergantung masing-masing orang yang melakukannya. Yang ngejar kuantitas 1 juz sehari siapa tahu karena belum pernah merasakan khatam quran selama Ramadan, jadi pengen merasakan sekali-sekali. Bisa juga karena sedang niat melancarkan bacaan, dan alasan-alasan lainnya. Gak perlu komen "ngaji kok cuma baca doang". Sedangkan yang memilih membaca ayat per ayat (gak sampai 1 juz), mungkin sedang diuji dengan kelapangan waktu yang terbatas, atau memang beda target (target memaknai Quran, misalnya). Yang bisa khatam Quran gak perlu berkomentar negatif.

Oiya, postingan ini bukan dalam rangka menentang nasihat seorang tokoh agama ya. Saya 100% setuju dengan nasihat yang disampaikan. Hanya saja ada kalimat-kalimat beliau yang kalau dipotong bisa jadi alat pembenaran orang-orang yang dasarannya...ya gitu deh. Bisa untuk saling membandingkan juga. Toh, baik yang tadarus kuantitatif maupun yang kualitatif sama-sama punya potensi terjerumus pada attitude yang kurang baik. Makanya, saya bilang mau you ngaji sampai khatam, atau you ngaji dikit, pakai atau gak pakai terjemahan, attitude baiknya harus selalu melekat. Karena bagaimana pun attitude adalah hal penting, tidak memandang orang itu beragama maupun tidak. Bahkan yang mengaku beragama seharusnya bisa lebih beretika dalam setiap tindakannya.

Terakhir, sekali lagi:
Mau ngaji 10 ayat atau satu juz sehari itu sama baiknya, yang gak baik itu yang gak ngaji padahal pahala di bulan puasa lagi diskon gede2an. Gak perlu pake tameng "mending ngaji dikit tapi kelakuan sesuai cerminan Quran, daripada ngaji banyak tapi kelakuan amburadul". Yang bener ngaji gak ngaji kelakuan harus bener. Apalagi yang udah ngaji, dikit atau banyak seharusnya secara otomatis bener kelakuannya.


Gambar: https://images.indianexpress.com/

\\

You May Also Like

0 Comments

Thankyou very much for dropping by. Tapi maaf saya moderasi ya, untuk menghindari spam dan komen dg link hidup. Bila waktunya luang pasti akan saya balas dan kunjungi balik blog kalian :)