Pages

  • Home
  • About Me
  • Halo Ahza!
  • Travel Notes

ad astra per aspera

.... then which of the favours of your Lord will ye deny?

Setiap ibu pasti menginginkan kondisinya selalu sehat dan kuat selama kehamilan. Ibu juga berharap anaknya lahir dengan selamat tanpa kekurangan suatu apapun. Namun nyatanya tidak semua ibu seberuntung itu. Seperti dalam satu tahun terakhir ini saya beberapa kali menerima kabar kurang menyenangkan dari teman maupun saudara yang tengah mengandung maupun yang memiliki anak (bayi). Kabar yang saya dengar, kasusnya beraneka ragam mulai dari keguguran, hamil di luar kandungan, janin tak berkembang, pendarahan, penyakit bawaan ketika hamil, bayi sakit mendadak dan lain sebagainya. Bahkan beberapa ada yang sampai meninggal karena penanganan yang terlambat.


Momma & baby | www.sheknows.com

Share
Tweet
Pin
Share
8 Comments
Selain FDS ada satu tema lagi yang minggu ini sedang ramai. Tak lain tak bukan adalah tema #NikahMuda yang dilakukan oleh putra Ust Arifin Ilham. Jujur saja waktu pertama kali berita tsb viral saya ikut penasaran, pengen buktiin itu hoax atau beneran. Setelah baca dari berbagai sumber *niat gak tanggung2*, baru deh percaya kalau berita tsb sungguhan. Soalnya biasa kan yang rame-rame gitu suka boong. 

therantinglatina.com

Ngomong-ngomong nikah muda, saya jadi teringat cerita mantan seorang atasan. Sebut saja Mrs S. Dulunya, beliau juga menikah muda, kisaran usia 20 tahun. Suaminya pun usianya sedikit diatasnya (atau sama?). Setelah menikah mereka tinggal di luar negeri untuk sama-sama menempuh pendidikan hingga jenjang doktoral hingga dikaruniai beberapa anak.

Ternyata urusan nikah muda ini sedikit banyak menular ke anak beliau (yang perempuan). Cita-cita anaknya adalah menikah muda untuk kemudian sekolah bersama suami hingga jenjang tertinggi di luar negeri seperti yang ortunya lakukan dulu. Urusan memiliki momongan akan dilakukan sampai usianya cukup untuk hamil dan melahirkan. Keinginannya tersebut pun sudah disampaikan ke orang tuanya, Mrs S dan suami. Hanya saja, waktu itu calonnya belum ada, hehe.

Lalu bagaimana tanggapan beliau tentang ide anaknya tsb? So far, beliau setuju saja jika anaknya mau menikah selepas sekolah, tetapi baik anak maupun calonnya harus sudah yakin dan mantap secara mental. Calon menantunya juga harus sudah berpenghasilan meski seadanya - paling tidak cukup untuk menafkahi keluarga, dan mau sama-sama berjuang meraih pendidikan sampai tingkat lanjut. Meski mensyaratkan calon suami anaknya agar sudah berpenghasilan, Mrs S bilang bahwa dia tetap bersedia membantu anaknya dalam urusan rumah tangga, misal membiayai kuliah, jika dirasa keuangan yang dihasilkan masih belum cukup layak. Selain itu, Mrs S ingin agar keluarga kecil anaknya bisa tetap konsen menjalani pendidikan dengan optimal tanpa pusing memikirkan biaya hidup yang cukup besar.

Saya sih maklum ya dengan ide ibu dan anak tsb. Mereka memiliki pandangan dan tujuan masing-masing. Sepanjang yang dilakukan baik karena niat yang baik pula, saya gak kontra. Pun kepada keluarga ustad-ustad yang sudah menikahkan anak-anaknya di usia dini, sebut saja selain Arifin Ilham sudah lebih dulu dilakukan Aa Gym. Bahkan ketiga anak Aa Gym semuanya menikah muda, termasuk anaknya yang cowok sudah menikah pada usia 18 tahun. Kalau melihat akun IG-nya sih hidupnya sangat baik dan memancarkan aura keluarga yang sakinah mawaddah warahmah, amin.

Naah... kalau ide menikah muda itu datang dari anak saya sendiri gimana ya?

Ehm! Meski saya gak kontra, tapi ya ngeri-ngeri sedap juga dengernya. Bagi saya menikah muda itu bukan tren yang bisa diikuti oleh semua remaja. Bukan juga ajang lomba cepet-cepetan, lalu yang belum nikah jadi gak gaul gitu. Karena menikah bukanlah akhir babak kehidupan yang selalu happily ever after layaknya kisah di negeri dongeng. Justru pernikahan itu gerbang baru yang didalamnya banyak tantangan. Sehingga sebelum memutuskan untuk menikah kedua calon mempelai harus sudah memikirkan banyak hal dan mempertimbangkannya masak-masak. Yang pasti jika itu terjadi, dalam memutuskan saya harus rembugan dengan Mr Suami dong... Demi lancarnya pembuatan tulisan mengetahui pendapat beliau, saya melakukan wawancara ke Mr Suami, hasilnya sbb:

Saya : Cin, cin, ngobrol dong jangan main hape aja. Cin, kalau nanti kita punya anak, terus anaknya pas lulus SMA minta kawin gimana?

Suami: Emm... masih mantengin hape, gimana ya? Anaknya cowok apa cewek?

Saya: Kalau cewek gimana, kalau cowok gimana?

Suami: Kalau cowok, ya mas akan pastikan umurnya berapa, sudah siap mental belum, suka galau labil apa enggak, sudah bisa kontrol emosi belum, sudah punya apa, sudah bisa menghasilkan apa, sekolahnya bener apa enggak, ibadahnya gimana, sudah siap mandiri apa belum, visi misi dan tujuan nikahnya apa, hubungan dengan orang tuanya gimana, boleh gak sama orangtuanya, cita-citanya apa, setelah nikah mau ngapain. Ya gitu-gitu lah standar cowok kalau mau nikah. Begitu juga hal itu akan ditanyakan ke calon mantu, jika anak kita cewek. Kalau salah satu dari syarat itu gak oke, ya gak boleh lah. Benerin diri dulu baru boleh nikah.

Saya: Lah kalau anak kita cewek boleh gak nikah muda?
 
Suami: Emm.....
 
www.maselliwarren.com

Saya: Gimana?
 
Suami: Gimana ya, kalau cewek jangan dulu deh kecuali cowoknya sudah lebih dewasa baik secara umur maupun mental. Terus anak kita (yang cewek tadi) juga harus dewasa secara mental, gak emosian, gak ababil, gak suka ngeluh, mandiri, ibadahnya sudah bener, berbakti pada orang tua, blablabla....

Saya: Jadi kalau anaknya cewek lebih susah ya diijinin kawin, eh nikah muda? Kalau pacaran gimana?

Suami: Sebisa mungkin gak pakai pacaran-pacaran lah, mau itu cowok atau cewek. Langsung nikah aja asal syarat tadi sudah kumplit.

Saya: Ooohh... Lah mas, kalau sudah kumplit syaratnya terus tetep mau nikah mas mau bantu2 finansial gak? Kan anak segitu gak banyak yang udah berpenghasilan layak tuh....

Suami: Ya lihat sikon. Tapi menurut mas ya, kalau anak, terutama cowok, sudah pengen nikah tandanya harus sudah mandiri secara finansial. Kalaupun bantu-bantu ya seperlunya aja, gak bisa nanggung seluruh hidupnya. Pun kalau anak kita cewek dan mau nikah muda, calon suaminya juga harus sudah memperhitungkan itu. Dia punya tanggung jawab penuh menghidupi istri dan anaknya, kan sudah diserahin mandat sama bapaknya (si cewek). Kalau kebanyakan ngebantu, nanti ortu jadi kayak intervensi dong di rumah tangga anak, jadi gak mandiri.

Saya: Iya sih... Tapi kalau ternyata anak kita gak punya duit atau apa gitu buat kehidupan paska nikahnya gimana?

Suami: Ya makanya syaratnya tadi mesti kumplit. Harus tahu abis nikah perencanaanya gimana-gimana. Bener kalau rejeki gak boleh takut, tapi kalau gak dihitung ya sama aja boong dong. Tapi yang paling penting ibadah dan sekolahnya harus bener. Juga hubungan keluarganya harus baik dan seimbang. Emang ngapain sih tiba-tiba ngobrolin begini, Cin?

Saya: Ya gak apalah, ngobrol masa gak boleh, huuuu... Anu sebenernya gegara 'ngasal' komen pengen nulis tema serupa di FB grup blogger, eaah abis itu jadi pusiang deh mau nulis apa. Nantangin diri sendiri sih. Hehehe....

Suami: Wuuu dasar...!


Yaak jelas ya, kira-kira sikap apa yang kami ambil ketika suatu saat nanti sang anak minta nikah dini. Yang saya tangkap sih Mr Suami ingin anaknya menikah setelahh lewat usia belasan tahun. Alias gak tujuh belas tahun jugaa keleeess boleh kawinnya, hahahhaa... Pun dengan saya, rasanya boleh dong sayang-sayang, udah dirawat selama itu, eh baru umur belasan udah mau hidup baru  dengan orang lain, aku jelas belum rela *bibit rabid mom*. Umur-umur matang nikah aja dah, 23 keatas *ini sih umur2 warga +62 yaaa, hahahaa*

Nah jika sudah dirasa cukup umur, biar bapaknya yang ngomong dan ng-uji langsung, baik anak maupun calon mantunya. Saya bagian mengulik data dari keduanya aja deh, hewhew... Serius loh! Saya punya rencana, kalau nanti punya calon mantu, saya akan cek-cek rekam jejaknya, baik secara langsung maupun tidak, bisa melalui wawancara orang terdekat, misal sahabat, atau melalui sosial media. Hati-hati lho, nilainya bisa minus satu-per satu manakala:

Suka mengeluhkan diri sendiri dan orang lain
Suka menuliskan kejelekan orang lain dan keluarga --> berpotensi menjelekkan pasangan dan keluarga
Suka menyindir pihak lain apalagi dengan bahasa gak sopan
Suka posting foto seronok
Suka membully orang lain
Suka marah-marah, sumpah serapah, memaki-maki
Suka memposting hoax dan berita-berita tidak jelas
Suka mengadu domba
Suka ngeyelan, fanatik buta dan sempit
Suka pamer yang kebangetan
Punya banyak mantan pacar
Solat wajibnya suka bolong-bolong
Kerjaanya gak pasti dan menyerempet hal-hal yang dilarang agama
Keluarganya ada yang gak ikhlas
Dan hal negatif lainnya.


Yaaa, bukannya sok suci atau merasa paling benar sendiri. Saya tahu semua orang punya salah dan khilaf, tapi ya gak terus-terusan. Lagian mencegah lebih baik daripada mengobati, toh masih diberi kesempatan memilih diantara opsi yang masih buanyaaaaak sekali. Anggep aja fungsi saya nanti semacam HRD yang akan menyeleksi karyawan, baik laki atau perempuan semuanya diperlakukan sama. Tapi insyaAllah gak akan milih-milih berdasarkan status sosial, misal harus anak pejabat, bangsawan keraton, anak jendral, anaknya ini itu cem macem. Gak mau juga kalau njomplang soalnya. Masa sini masih karyawan dapat besan direktur, aduh malah serem sendiri. Intinya asalkan secara umum baik dan berasal dari keluarga baik-baik mah silahkeun. Tujuannya tentu saja agar pernikahan yang dilakukan kaffah, baik dan berkah, bisa saling support ketika salah satu ada yang down, bisa saling memberikan solusi jika ada masalah dll. Caranya ya dengan memilih yang terbaik dari yang baik-baik. *berasa besok mau mantu, padahal punya anak juga belum, xixixixi*

Fiuuh....



\\
Share
Tweet
Pin
Share
17 Comments
Dari kemarin pengen ikutan nimbrung wacana ini, sudah di draft malahan, saking niatnya. Padahal biasanya males ikut-ikutan trending topic karena biasanya bakal ada ralat apalah apalah kalau terkait pemerintahan gitu. Makanya gak jadi-jadi di post karena kok udah oversharing ya, udah banyak banget yang ngomong. Mulai dari yang langsung misuh-misuh disertai berbagai macam kata saru sampai dengan yang bahasanya mendayu-dayu. Aiih saya salut lah sama yang bisa tahan emosi dengan menahan jari untuk gak mengetikkan kata-kata kotor dan sumpah serapah. Toh ini baru WACANA, alias ide yang masih mentah. Dan benar saja, beberapa hari kemudian langsung di ralat Pak Men kalau idenya mau dibatalin.  


Yaahh... kok malah blunder, blm dikaji lebih lanjut sudah bubaran. Rame2 siiih... Cian kan yg udah nyolot... Buat Pak Men juga, besok-besok ati-ati kalau ngobrol dengan wartawan jaman sekarang, suka kayak tembok kantor soalnya, ngomongnya apa berita yang turun apa. :D

Wokey, udah molar moler pembukanya, mari langsung duduk manis ya. 

Jadi, yang bikin saya akhirnya urun rembug ini gara-gara tadi pagi saya nemu tulisan Bang Arham (terlampir). Begitu baca kok langsung mak-cles, setuju banget sama penjelasannya. Apalagi penyampaiannya humoris. Pemikiran saya pun senada untuk sisi minus penerapan FDS yang bisa jadi tidak menguntungkan siapa-siapa, baik anak, ortu maupun guru. Yang untung cuma tukang gorengan, kata abangnya.

So, here we go: sisi minus FDS menurut saya (kalau yang negatif-negatif mah cepet ya, cas cis cus):

Yang pertama: jika siswa dan guru selalu bersama dalam waktu yang lama (baca: seharian) dikuatirkan akan menimbulkan rasa bosen, capek, dan gak semangat. Gimana mau masuk pelajarannya kalau yang dibersama itu-itu doang, setiap hari selama 5-6 hari berturut-turut.

Yang kedua: kalaupun disediakan jam tidur siang, saya yakin gak akan berkualitas acara tidurnya, wong rame-rame, plus di jam-i pula kayak militer. Dan gak semua anak terbiasa tidur siang, to?

Yang ketiga: jam pulang anak disesuaikan dengan jam pulang kantor? Ha? Sumpe lo. Wong sesama orang kantor yang jam pulangnya samaan aja macetnya sudah kayak apaan tau. Apalagi ketambahan anak sekolahan baru pulang. Sudah cukuplah kena macet di pagi hari karena jam masuknya samaan. Masa sorenya mesti kena lagi. Belum lagi gak semua anak sekolahnya searah dengan kantor ortu. Ya sih ini memang problem di kota besar macem Jabodetabek. Kalau yang daerah belum tentu ada macet, tapi ada masalah lain terkait transportasi dan akses ke sekolah. Misal angkot yg terbatas, harus nyebrang kali, mendaki bukit lewati lembah, blablabla. Bisa nyampe pagi lagi padahal pintu rumah belum keliatan mata *mulai lebay*

Yang keempat: saya kok kasian sama gurunya ya, mereka kan ortu juga yang punya anak. Masa seharian ngajar anak orang, anaknya sendiri gak keurus atau diurus orang lain? Krna kan gak semua anak satu sekolah dg ortunya yg jadi guru. Kalaupun satu sekolah blm tentu diajar langsung jg utk menghindari praktik nepotisme.

kasih gambar Tokodai ah, sekolah impian sejak beberapa waktu yang lalu

Yang kelima: kalau suasana sekolah gak menyenangkan maka yang ada malah nambah stres baik utk guru atau siswa. Stres bukan hanya karena jam pelajaran/kbm saja. Bisa juga krna adanya anak2 yg nakal, bandel, suka bully, atau gak sopan yang blm tentu tobat sekali dua kali dinasehati. Kalau waktu sekolah diperpanjang, anak2 yg pnya masalah dengan anak2 yg bermasalah (anak2 yang rentan bully), apa gak kayak di neraka tuh. Gurunya pun bisa kena getahnya. Ntar ada kasus lagi, ribet lagi. Guru kan juga punya batas kesabaran. Seharian ngurusin anak2 yang gak bisa diurus berarti harus nyetok sabar seabreg-abreg yang nyatanya belum tentu juga selamat dari hal2 yg tidak diinginkan. Contoh kasus terbaru: murid ditegur karena gak ngerjain PR eh si murid malah ngumpat dengan kata-kata kotor, guru jadi marah, yang tadinya mau tahan gak mukul jadi mukul, yg akhirnya malah guru kena hajar ortunya. Padahal mungkin awalnya cuma ditegur doang! Bukan hukuman fisik seperti yang rame tempo lalu. Logis ya, sudah dinasehatin malah muridnya ngelawan, nendang pintu sekalian mulutnya ngeluarin sampah. Siapa yang gak reflek? Jadi guru cuma boleh ngelus dada doang gitu? Toh balas ngebentak juga belum tentu selamat, kalau muridnya cemen dan pinter bersilat lidah.

Gila kan, jadi guru itu serba salah sekarang. Mau keras salah, gak keras dilecehkan! Pun gak keras bisa kena masalah juga sama ortu/siswa yg.... ya gitu deh. *mulai emosi jadinya*

Yang keenam: dari sisi ortu, jika yang kerja salah satu tentu pengen anak-anaknya gak lama-lama di luar rumah hanya untuk sekolah. Mereka juga ingin berperan mengajarkan banyak hal ke anak. Yang ortunya 2-2nya bekerja sebenernya juga sama, sepulang kerja mereka berharap masih punya waktu berkualitas berjumpa dengan sang buah hati sekedar untuk bercengkerama dg nyaman, bantu ngerjain tugas sekolah dll. Lah kalau pulangnya sama2 sore, bahkan sampai rumah sudah malem yang ada bakal sama2 capek, ngantuk, males. Wes, pokoknya sampai rumah mesti bayangannya adalah kasur.

Yang ketujuh apa ya... emm ini, tentang kegiatan luar kelas semacam ekstrakurikuler (eskul) untuk mengasah minat dan bakat siswa. Oke setuju sih dengan kegiatan tsb. Tapi yang namanya eskul dari jaman baheula bukanlah kegiatan wajib yang harus diikuti semua siswa (kecuali pramuka waktu SMP-SMA). Karena minat dan bakat setiap anak kan beda-beda, bisa jadi tidak ada disekolah, atau sekolah belum bisa memfasilitasinya. So, jika FDS jadi ada, nanti akan ada anak2 yang minat bakatnya kurang tersalurkan dengan baik karena waktu eksplorasinya terbatas. Sabtu/Minggu? Yah... sayang dong, itu kan saatnya family day.

Mayan banyak ya sisi minusnya. Bagaimana dengan sisi plusnya? Ada juga sih kalau mau digali mah. Saya pun mencoba mengerti maksud Pak Men, yang berharap dengan FDS bisa mengurangi budaya tidak baik yang dilakukan anak-anak sepulang sekolah, seperti nongkrong, tawuran, nggosip dll. Tapi kan mengurangi hal tidak baik tsb bisa dilakukan dengan jalan lain selain sekolah sampai sore. Dan menurut saya, FDS ini mungkin akan berguna khususnya buat mamah2 bekerja. Dengan adanya FDS, tentu mamah2 bekerja akan sedikit banyak terbantu dlm hal penitipan anak. Makanya saya malah lebih cocok jika FDS diterapkan untuk anak usia balita hingga SD (kelas 4-an lah). Kan katanya daripada diasuh pembantu to? Kalau ada yg bilang "makanya jadi ibu dirumah aja", ey... urusan RT orang kan beda-beda, gak boleh saling menghakimi...

Untuk yang sudah SMP-SMA mah ngapain FDS, wong kenyataannya sudah banyak yang pulang sore juga karena ikut les ini dan itu, pengayaan mapel ekskul, dll. Atau jika memang gak ada kegiatan lain sepulang sekolah, anak SMP-SMA harusnya sudah bisa ditinggal dirumah, sementara ortunya bekerja (berdasarkan pengalaman saya waktu kecil dulu).


Oh btw, beberapa SMA negeri di daerah, termasuk SMA saya, sudah menerapkan metode "semi" FDS sejak adanya perubahan hari sekolah dari yang sebelumnya 6 hari menjadi 5 hari. Infonya sih karena pemadatan materi belajar, sehingga pulang sekolahnya jam 4 sore. Bagaimana murid-muridnya? Dari pengamatan saya sih, mereka (murid SMA saya dulu) sepertinya banyakan yang hepi dibanding yang enggak. Ortunya juga gak banyak komplain. Sedangkan untuk sekolah swasta, sudah banyak ya yang menerapkan FDS. Tinggal ortunya yang memilihkan sekolah lebih cocok kemana, FDS atau HDS (half day school).




Terakhir.... alih2 bikin FDS, apa gak mending banyakin DAYCARE aja, seperti daycare/PAUD yang ada di Kemendiknas itu (lihat foto diatas). Terutama utk daerah-daerah yang padat karyawan seperti di kawasan2 industri, area perkantoran, dll. Terus juga mohon di-improve lagi lah metode belajar mengajar di sekolah/kampus. Termasuk hal-hal terkait sistem dan administratifnya. Masa waktu mudik kemarin, bapak saya cerita kalau 40 jam mengajarnya gak diakui hanya gegara nama mapelnya tidak sesuai dengan yang ada di sistem pintar (expert system). Padahal isi materinya sama. Itu sistem beneran pintar atau kaku? Ngurus kesana kemari belum klir juga hingga sekarang.

Kemudian, jika di pabrik ada program Zero Accident mungkin di sekolah/kampus perlu diadakan program Zero Case, sebagai kampanye pencegahan kasus-kasus di lingkungan sekolah/kampus baik kepada murid, guru, dan orang tua murid. Abisnya saya sedih banget dari kemarin adaa aja kasus di sekolah. Mulai dari pro kontra hukuman fisik - non fisik, kriminalisasi, bahkan pembunuhan, sementara saya kok belum nemu berita yang menyatakan Kemendiknas peduli dengan kasus-kasus tsb.

Demikian, just my two cent, maap kalau ada salah-salah kata :D
Semoga hari ini menyenangkan.

*******

Referensi gambar:
http://www.tabloid-nakita.com/read/7525/wow...-nyamannya-paud-di-kompleks-kemdikbud-ini
www.kebumenekspres.com
en.wikipedia.org


Lampiran: Tulisan dari Arham Rasyid Kendari

Arham Rasyid di Kota Kendari.
9 jam

Kira-kira kalo gw membahas full day school, belom pada muntah gak? Wkwk..

Baiklah kalo kalian memaksa, mari kita bahas..
*loh siapa yg maksa?*

Sebenarnya maksud hati sejak kemarin-kemarin pengen posting, tapi apalah daya hampir gak ada kesempatan online apalagi berbalas komen.
Kaget aja rasanya pas buka timeline, trending topic seputar full day school yang belakangan malah jadi bully day school.
Topik yang tetiba jadi panas. Saking panasnya berhasil mengalihkan perhatian kita dari bursa transfer musim panas.

Kalo gw sih, jujur sejak awal melihat ini agak beda. Pak menteri menurut gw selera humornya oke. Premis wacana yg dia buat delivery-nya rapi. Bit-bit alasannya juga nggemesin. Diakhiri dengan punchline yg katanya batal. Ini pecah banget..
Gw menduga niatnya sebenarnya memang gak serius. Mau dibilang test the water juga bukan. Ini sederhana, semacam ngasih kode ke rakyat bahwa jangan lupa loh kalo ada menteri baru. Udah gitu aja..

Lagian aneh-aneh aja, sekolah diperketat. Ini sekolah apa legging?
Kalo ini memang serius, rasanya gak logis pak menteri gak mikirin dampaknya dari segi penerimaan masyarakat. Ngasih wacana gak populer pada masyarakat yg sebagian besar sudah pasti nolak ini ibarat mengajarkan applikasi prisma pada Van googh. Sia-sia aja, yakin.
Kalo katanya ini baru sebatas wacana, kata gw sih ini pembunuhan berencana. Kalo katanya ini cuma coba-coba, Loh.. buat anak kok coba-coba?

Misalkan ini jadi aturan, penerapannya gimana? seharian di sekolah itu ngapain saja? Kalo anak yang masuk pagi pulangnya sore, anak yang masuk siang pulangnya subuh gitu?
Sekolah Hogwarts aja kayaknya gak segitunya deh.. Kecuali anak-anak mau dikasih pelajaran pengendalian api, air, tanah dan udara ya mungkin masih masuk akal bisa seharian di sekolah. Nginap kalo perlu.
Dalam hal ini, baik anak-anak ataupun guru gw rasa gak ada yg diuntungkan. Satu-satunya yg diuntungkan mungkin cuma tukang gorengan, di mana gorengan yg gak laku sampe siang bisa digoreng lagi buat dijual sore.
Pokoknya kasianlah gurunya.. Apa yg bisa diharapkan pada tenaga pendidik, kalo pendidik aja sudah kehabisan tenaga.
Belum lagi kalo gurunya masih jomblo. Bakal keabisan waktu buat mikir nyari pasangan. Kasian kasian kasian..
Begitu juga anak. Baaanyak kasian.. Dijejali padatnya jadwal sekolah gak ada lagi yg sempat mikir sebenarnya minatnya ada di mana.
Dan secara gak langsung ini juga mematikan bisnis les privat guru datang ke rumah yang banyak ditempel-tempel di tiang listrik. Logikanya kalo guru datang ke rumah, murid tinggal di sekolah, lah kapan ketemunya?
Apa pemerintah mau tanggung jawab kalo mereka akhirnya kecewa dan alih profesi jadi badut ultah, sedot WC, atau cuci sofa biar tetap eksis di tiang listrik?

Full day school ini konon katanya biar anak gak liar.
Oke fix, ini alasan defensif. Anak disalahin, padahal orangtua saja masih banyak yg liar. Banyak juga yg doyan susu kuda liar *eh

Padahal anak-anak mau jadi awkarin atau awkirun, atau apapun gak selamanya dipengaruhi sistem pendidikan sekolah yg awkeren.
Pondasi ahlak lah yang lebih mutlak..

Ini juga katanya untuk pembangunan karakter. Loh, gimana karakter mau dibangunkan kalo anak-anak udah capek ketiduran?
Anak gw yang pulang sekolah jelang sore aja kalo sampe di rumah udah bau apek. Entah kalo full day school, mungkin bau gosong.
Lelah, dan bawaannya marah-marah..
Kemarin pas gw obrolin soal wacana menteri ini, dia ngomel-ngomel nolak. Gw terharu, dan berharap alasan penolakannya ilmiah. Tapi ternyata alasannya kalo jam 5 sore pulang sekolah, sampai rumah jam 6 magrib, katanya sudah gak dapat Upin dan ipin, adanya tinggal Adit sopo jarwo, itupun udah adegan jarwo dinasehatin pak RT. Kan bete banget. Hadeh..

Akhirul kalam, semoga pemerintah makin bijak. Bisa mensinergikan hubungan sosial antara guru, anak, dan orangtua, dengan kebijakan-kebijakan yg lebih humanis dan populis.
Sebab anak adalah titipan Allah, bukan titipan sekolah..

Share
Tweet
Pin
Share
17 Comments

Pernah mencium bau kamper, kuteks, spidol atau semir sepatu kan? Bagaimana menurut kalian baunya? Hmmm… menurut sebagian orang bau dari benda-benda tersebut bisa membuat pusing dan mual. Tapi ada juga yang merasa keenakan, bahkan membuat suatu perasaan lega. Like a drugs ya? Semacam sifat ketagihan gitu. Ya, benar. Itulah yang disebut inhalant abuse, yaitu suatu ketertarikan pada rangsang bau-bauan yang membuat jiwa dan pikiran menjadi tenang dan lega setelah mengirupnya. 

Share
Tweet
Pin
Share
33 Comments
Newer Posts
Older Posts

About me




introvert, simple, cats lover, photograph
writing, sharing, reading & cooking enthusiast


INSTAGRAM

Follow Us

  • Twitter
  • Facebook
  • Instagram

Headline

Ealah, Kena Covid Juga Kan

Jika awal tahun 2020 dimulai dengan banjir air hujan, tahun 2021 kok yaa diawali dengan banjir air mata gara-gara Covid19. Sebuah awalan yan...

Categories

life in my opinion haloahza! traveling resep in my review lovelife #30harimenulis #icip2 motherhood nostalgia cerita umroh diary pregnancy Marriage cerita menyusui parenting random thought MyWeddingDay anniversary teknik industri obrolan wanita worklife

Blog Archive

  • ►  2022 (2)
    • ►  April 2022 (1)
    • ►  March 2022 (1)
  • ►  2021 (10)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  October 2021 (1)
    • ►  August 2021 (1)
    • ►  May 2021 (1)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  March 2021 (2)
    • ►  January 2021 (3)
  • ►  2020 (8)
    • ►  December 2020 (1)
    • ►  May 2020 (2)
    • ►  March 2020 (2)
    • ►  February 2020 (3)
  • ►  2019 (23)
    • ►  December 2019 (1)
    • ►  November 2019 (2)
    • ►  September 2019 (2)
    • ►  August 2019 (3)
    • ►  July 2019 (1)
    • ►  June 2019 (1)
    • ►  May 2019 (2)
    • ►  April 2019 (2)
    • ►  March 2019 (1)
    • ►  February 2019 (6)
    • ►  January 2019 (2)
  • ►  2018 (37)
    • ►  December 2018 (9)
    • ►  November 2018 (8)
    • ►  October 2018 (1)
    • ►  September 2018 (2)
    • ►  August 2018 (1)
    • ►  July 2018 (1)
    • ►  June 2018 (1)
    • ►  May 2018 (7)
    • ►  April 2018 (3)
    • ►  March 2018 (1)
    • ►  February 2018 (2)
    • ►  January 2018 (1)
  • ►  2017 (8)
    • ►  December 2017 (1)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  February 2017 (2)
    • ►  January 2017 (3)
  • ▼  2016 (65)
    • ►  December 2016 (1)
    • ►  November 2016 (1)
    • ►  October 2016 (4)
    • ►  September 2016 (7)
    • ▼  August 2016 (4)
      • SMSBunda: Demi Keselamatan Ibu dan si Buah Hati
      • Andai Anakku Minta Nikah Muda
      • Urun Rembug Rame-Rame Full Day School
      • Inhalant Abuser: Sebuah Masa Lalu
    • ►  July 2016 (3)
    • ►  June 2016 (11)
    • ►  May 2016 (5)
    • ►  April 2016 (8)
    • ►  March 2016 (7)
    • ►  February 2016 (6)
    • ►  January 2016 (8)
  • ►  2015 (26)
    • ►  December 2015 (8)
    • ►  November 2015 (1)
    • ►  October 2015 (4)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  August 2015 (4)
    • ►  April 2015 (3)
    • ►  March 2015 (1)
    • ►  January 2015 (3)
  • ►  2014 (38)
    • ►  December 2014 (2)
    • ►  October 2014 (1)
    • ►  July 2014 (1)
    • ►  June 2014 (5)
    • ►  May 2014 (6)
    • ►  April 2014 (8)
    • ►  March 2014 (4)
    • ►  February 2014 (6)
    • ►  January 2014 (5)
  • ►  2013 (26)
    • ►  December 2013 (3)
    • ►  November 2013 (2)
    • ►  October 2013 (2)
    • ►  September 2013 (4)
    • ►  August 2013 (1)
    • ►  July 2013 (1)
    • ►  June 2013 (2)
    • ►  May 2013 (4)
    • ►  April 2013 (2)
    • ►  March 2013 (2)
    • ►  February 2013 (2)
    • ►  January 2013 (1)
  • ►  2012 (13)
    • ►  December 2012 (3)
    • ►  November 2012 (7)
    • ►  October 2012 (2)
    • ►  July 2012 (1)
  • ►  2011 (1)
    • ►  January 2011 (1)
  • ►  2010 (6)
    • ►  December 2010 (5)
    • ►  April 2010 (1)
  • ►  2009 (5)
    • ►  April 2009 (2)
    • ►  February 2009 (1)
    • ►  January 2009 (2)
  • ►  2008 (33)
    • ►  December 2008 (6)
    • ►  November 2008 (2)
    • ►  September 2008 (3)
    • ►  August 2008 (3)
    • ►  June 2008 (2)
    • ►  May 2008 (2)
    • ►  April 2008 (4)
    • ►  March 2008 (2)
    • ►  February 2008 (1)
    • ►  January 2008 (8)
  • ►  2007 (38)
    • ►  December 2007 (4)
    • ►  November 2007 (1)
    • ►  October 2007 (8)
    • ►  September 2007 (12)
    • ►  August 2007 (7)
    • ►  June 2007 (1)
    • ►  May 2007 (5)
Copyright Tia Putri. Powered by Blogger.

#eatandcook

#eatandcook

#japantrip

#japantrip

Most Read

  • time capsule
    Menjadi Pendengar yang Baik
  • mamarantau
    Merantau di Anjo, Aichi, Jepang
  • La Bellezza della Semplicita
    An Unexpected Stay, A Life Reset
  • Life begins at 30…
    Liburan di Tokyo
  • carissavitri
    “Bu, Capek. Mau Sama Ibu Aja Selamanya”
  • Gembul Kecil Penuh Debu
    Mangut Iwak Wader ❤
  • Catatan Nyempil Kalau Lagi Ada Waktu
    Matilda's 6th Birthday Celebration
  • The Sun is Getting High, We're Moving on
    Lulus Cum Laude, Penting Gak Sih?
  • it's my point of view
    SGM Eksplor bersama Indomaret Dukung Pendidikan Anak Generasi Maju di Masa Pandemi
  • Talk about family, daily life, living, and us
    On Her Wedding Day
  • / besinikel
    1000 hari pertama Yaya, ngapain aja?
  • Masrafa.com
    Memilih Suplemen Dibantu Jovee
  • rocknroll mommy
    Makin Susah Cari Blogger
  • Jerapah Keriting
    Karena Harta yang Berharga adalah Foto Sekolah..
  • Afifa Ayu's Music Box ❤
    Update: My first baby publication!
  • Alfira Fitrananda
    When I’m Sick
  • Lafamilledewijaya
    Resik V Godokan Sirih : Buat Yang Pengen Alami Dan Praktis
  • rumahduapohon
    happy 7th anniversary mr. kumis!
  • santistory
    Manajemen Kulkas dan Belanja Mingguan
  • Mengumpulkan cerita yang terserak
    On this day, 8 Years Ago..
  • let the beast in!
  • Citraningrum
Show 5 Show All

Stats

Member of

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates